Selasa Malam Lalu
Banyak hal yang
tak mampu aku ceritakan pada penduduk bumi, bukan karena tak ada rasa percaya. Hanya
saja, bagiku masalahku adalah kebutuhan mereka, termasuk teman yang mungkin
telah dekat denganku. Saat ini, rasanya hidupku berat sekali. Himpitan kesulitan
tengah aku rasa dari segala sisi. Aku mengeluh (lagi), tapi aku janji ini
takkan ku lakukan secara berlebihan. Aku hanya akan melakukannya sesuai dengan
porsi yang seharusnya.
Selasa kemarin,
suasana kantorku sedikit berbeda dari biasa. Ada orang yang beberapa bulan ke
belakang ini aku jadikan tempat bercerita, tentang banyak hal, meski tak semua.
Biasanya temanku itu berkantor hanya hari Senin dan Jum’at, tapi kemaren dia
berganti jadwal. So, untukku yang tengah galau akhir-akhir ini, kehadirannya
seperti obat. Terimakasih telah bersedia menjadi muara dari beberapa
kesedihanku. Hahaha.
Sepulang kantor,
aku dengannya masih berbagi sedikit kisah hidup masing-masing. Hingga lepas
waktu magrib. Baru kita berdua pulang. Sampai. Aku di kontrakan yang lebih
setahun ke belakang menjadi persinggahanku, karena kalo pulang ke rumah orang
tentu saja jauh. :D
Bagi anak rantau
sepertiku, rindu adalah bagian dari hidup yang harus dilalui. Beruntungnya aku
hidup di zaman yang bisa tetap mudah berkomunikasi meski jarak yang jauh. Kadang
aku menguatkan hati dengan kalimat; “Penentu jauh tidaknya kita dengan orang
terdekat bukanlah jarak, melainkan rasa. Jika sayang, juga cinta, tak begitu
penting sejauh apa jaraknya.” Cukup ampuh di beberapa situasi, tapi tidak
akhir-akhir ini. Ntah mengapa. Tapi yang pasti, keluarga adalah rumah bagi
istirahatnya hati yang tengah letih. Tengah letihkah aku?
Video call dimulai tepat pukul 19.00
jika di Indonesia Barat, memulai obrolan dengan sambutan hujan. Berkah semoga
saja. Ibuku begitu pengertian, ia menelusuri setiap sudut rumah,
memperlihatkannya kepadaku. Mencari 2 lelaki yang dulu pernah berada dalam
gendonganku, adik aku memanggilnya. Lalu ibu mengarahkan kamera kepada mereka
agar aku bisa melihatnya. Pukul 19.00 bukanlah jadwal bapak di rumah, tak
kutanya keberadaannya, karena ku sudah tau. Dan aku ingin menunggu
kepulangannya. Seperti saat kecil dulu, aku selalu menunggu ia pulang.
Ibu berhenti di
kamarku, yang jika tak ada aku, maka tak ada yang tempati. Salah satu kucingku
yang dulu jadi penghuni di kamarku sudah mati kini. Jadi kamar sepi sama
sekali. Tapi Doraemon, Bear, juga Dolpin tetap setia disana. Tiduran beliau di
tempat tidurku, menceritakan banyak hal. Yang setiap tema ceritanya buatku
mem-visualkan kejadiannya, memperhatikan cara ibuku menyampaikan semua
kisah-kisah itu. Itu sudah begitu membahagiakan untukku. Mendengar tiap bait
cerita dari ibu adalah kelezatan bagiku, bahkan sejak dulu. Ibuku punya pesona
yang buatku selalu ingin mendengarkan kalimat-kalimatnya. Pantas saja bapak
selalu memandanginya pun jika ibu tengah marah-marah. Hahaha.
Obrolan panjang
kami akhiri di pukul 21.30, titah untuk tidur sudah mereka, bapak dan ibu kumandangkan. Meski ia tau sejarah yang
mencatat waktu tidurku di bawah pukul 23.00 begitu sedikit. Tapi mereka rutin
mentitahkan itu padaku, bukan padaku saja tentu, 2 adikku juga dapatkan
himbauan yang sama. Tapi ada hal lain yang jadi alasan mereka inginku segera
selesaikan obrolan itu, ia tak ingin rinduku makin menjadi di malam itu. Itu rasa
yang selalu mereka jaga. Terimakasih untuk semuanya, Pak, Maak.. #alarmhati
Bekasi, 14 November 2018
Di Sudut Rindu: 03.03 PM
Komentar
Posting Komentar