CATATAN HATI SAAT PANDEMI
Dalam hidup, akan ada hal yang
terjadi tak sesuai rencana yang sudah kita susun rapi. Sedih? Iya, sedih. Tak
apa untuk sementara sedih. Setelah itu waktunya untuk mengulik lagi. Karena
tentu ada rencana yang lebih baik dari Sutradara (Allah) pemilik langit dan
bumi. Coba saja lihat sekeliling saat ini, siapa yang menginginkan keadaan
seperti ini? Wabah covid mengubah hampir semua rencana penduduk bumi. Pelajar
tak pergi ke sekolah,
pekerja bergantian ke kantor atau bahkan tak pergi sama
sekali, tempat wisata tutup, tempat belanja tak dibuka seperti biasa, dan rumah
ibadah yang tak selalu ramai itu makin sepi saja. Lalu apa rencana Allah atas
ini semua? Masing-masing kita tentu punya jawabannya.
Aku tau, akhir-akhir ini begitu
banyak berita, tulisan, foto, dan video tentang kondisi anak negeri yang
beredar di media sosial. Tentang lelahnya mereka yang berada di garda terdepan,
banyaknya pekerja yang harus dirumahkan dan di PHK tanpa pesangon, tentang
sulitnya para pedagang yang semenjak covid kehilangan pelanggan, penyedia jasa
transportasi yang semakin hari semakin sepi saja yang penumpang, keluarga pra
sejahtera semakin sulit memenuhi kebutuhan pangan, dan bagian terpahit dari itu
semua, kasus kejahatan meningkat drastis. Berbuat atas nama cinta pada keluarga
agar tak kelaparan. Adakah yang paling pantas untuk disalahkan? Miris bukan?
Seolah bumi ini tak dikendalikan sehingga saat ini terlihat berantakan. Demi
Allah aku katakan, tidak begitu, sungguh. Justru ini adalah skenario terbaik
dari Allah untuk kita. Apa? Masing-masing kita akan mendapat jawabannya.
Dari semua kesedihan dan
kepedihan yang terjadi di beberapa minggu kebelakang, ada hal yang begitu
mengharukan yang semoga saja terus bisa kita semua saksikan. kata semoga aku
tingkatkan, semoga kita adalah bagian dari orang-orang yang semaksimalnya
melakukan kebaikan, agar membaik keadaan. Tak kalah banyak berita, tulisan,
foto, dan video tentang solidnya para tenaga medis yang saling menghibur dan
mendukung disela-sela istirahatnya, betapa menghangatkannya melihat para
dermawan yang begitu peduli terhadap sesama, sungguh melegakan melihat senyuman
mereka yang menerima. Dan bagian terbaik dari itu semua, indah sekali
persaudaraan kita. Tak pandang suku dan budaya, agama dan usia. Semua terlihat
begitu antusias untuk saling mentransfer rasa; bahagia. Bagaimana? Pelan-pelan
mulai mendapat jawaban atas pertanyaan mengapa corona melanda negeri kita?
Semoga saja.
Banyak harapan ketika di akhir
bulan Sya’ban, Ramadan datang corona hilang. Itu harapan yang paling sering
terbaca di status teman-teman. Tapi sepertinya Allah ingin kita memetik hikmah
lebih banyak, merenung lebih dalam. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
semakin banyak dilakukan di banyak daerah, kemudian diperpanjang hingga
menjelang lebaran. Berita yang kurang menyenangkan bukan? Iya, mungkin
terdengar menyedihkan. Ramadan tahun ini tak seperti tahun-tahun lalu. Tarawih
tak dilakukan di Masjid dan Musholla, tak ada bukber yang biasa menjadi ajang reuni
teman-teman sekolah, tak ada ngabuburit menanti waktu buka, juga tak ada izin
I’tikaf di Masjid di sepuluh malam terakhir. Hal yang tak kalah menyesakkan
bagi para perantau khususnya, tak ada mudik tahun ini.
Iya, Ramadan tahun ini harus kita
lalui dengan suasana yang berbeda. Ramadan tahun ini mungkin menjadi salah satu
Ramadan dengan imam sholat tarawih terbanyak, mungkin setiap rumah
melakukannya. Setiap ayah berdiri paling depan dengan bacaan sholat dan
lantunan ayat-ayat Allah yang menenangkan. Begitu hikmat mengangkat tangan
memperpanjang do’a. Mencium tangan dan kening setelah selesai berjamaah. Saling
menyimak bacaan tilawah. Mungkin seperti di rumahku, ada bagian dimana
adik-adik dan aku saling rebutan sajadah yang paling terlihat indah. Hahaha.
Setiap keluarga berbincang lebih hangat dan lebih panjang karena waktu buka dan
sahur selalu dihabiskan di rumah saja. Semakin mengenal keluarga satu sama lain,
lebih dan kurangnya. Semakin sering belajar untuk saling menerima. Dan dengan
tangan yang siap memeluk erat aku katakan untuk perantau yang belum bisa mudik
tahun ini; Betapa beratnya setiap hari memupuk rindu, semakin lama semakin
subur saja, berharap segera berbuah temu. Hei, dengan jarak yang jauh dari
keluarga dalam waktu lama, semoga nanti semakin bisa menghargai saat bersama.
Betapa keluarga adalah rumah yang paling menghangatkan untuk pulang. Begitu
keadaan ini menyadarkan bukan? Semoga selalu disabarkan.
Komentar
Posting Komentar