Beberapa Waktu Saat di Bengkulu
Ada yang belum aku ceritakan dari
pulangnya aku di akhir ramadhan lalu.
“Angga rindu sama mamaknya?” Awal
percakapan yang tak biasa bagiku. Oiya, panggilanku di rumah memang Angga.
“Iya.” kataku ke Bapak.
“Mamak sama bapak juga.” Aku
hanya diam sembari menatap wajah lelaki itu meminta penjelasan.
“Lebaran kedua mamak sama bapak ke Palembang.” Oke baik, mulus sekali. Awal percakapan yang manis yang sudah bapak ciptakan. Aku memastikan kalimat tersebut dengan caraku. Menolak manja dengan caraku. Tapi bapakku begitu mengenalku. Senyumnya sampai ke hatiku, diiringi kata-katanya “Punya niat ke Palembang boleh, tapi jangan sekarang yah.” Taraaaaa, beliau benar-benar bapak yang mengenal anaknya. Hahaha.
Lain hari. Juga lain orang tua
yang kuhadapi. Aku berdiri disebalahnya yang tengah mengaduk masakan, ketika
ada yang ia ambil, aku yang ambil alih memegang spatula. Percakapan kami
panjang sudah, tentang jutaan pertanyaan yang diajukannya seputar makanku
selama jauh darinya. Hingga..
“Aku beneran ngga boleh ikut ke
Palembang, Mak?”
“Boleh.” Lalu kami kompak bersin
karena aroma masakannya. “Kalo sendiri, dan tega ninggalin dua gundul itu.” Benar-benar,
aku punya orang tua yang keduanya pandai membuat aku berkata ‘oke aku tak mau’
pada hal yang sesungguhnya aku mau, dan aku bisa mengucapkannya dengan
sukarela. Betapa kerennya mereka.
Terimakasih untuk kedua nyai-ku,
sudah melahirkan dua orang yang akhirnya menghadirkanku. Terimakasih untuk
kedua almarhum yai-ku, yang sudah menjadi bagian hidup dua orang yang akhirnya
menjadikanku bagian hidupnya. #alarmhati
Bekasi, 11 Juli 2018
#anggar #thahirah #andarly #airi #amanu #family #misshirah
Komentar
Posting Komentar